PENELITIAN TINDAKAN KELAS (CLASSROOM ACTION RESEARCH)
Pengertian Penelitian Tindakan Kelas
Penelitian Tindakan Kelas adalah
penelitian praktis yang dimaksudkan untuk memperbaiki pembelajaran di kelas.
Upaya perbaikan ini dilakukan dengan melaksanakan tindakan untuk mencari
jawaban atas permasalahan yang diangkat dari kegiatan tugas sehari-hari di
kelas.
Penelitian Tindakan Kelas merupakan salah satu upaya guru
atau praktisi dalam bentuk berbagai kegiatan yang dilakukan untuk memperbaiki
dan atau meningkatkan mutu pembelajaran di kelas. PTK merupakan kegiatan yang
langsung berhubungan dengan tugas guru di lapangan. Jadi, PTK merupakan
penelitian praktis yang dilakukan di kelas dan bertujuan untuk memperbaiki
praktik pembelajaran yang ada.
Kemmis dan Carr (1986) menyebutkan bahwa “Penelitian
tindakan merupakan suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif yang
dilakukan oleh pelaku dalam masyarakat sosial dan bertujuan untuk memperbaiki
pekerjaannya, memahami pekerjaannya serta situasi di mana pekerjaan ini
dilakukan”. Hal ini berarti guru diharapkan ikut terlibat dalam pelaksanaan
penelitian tindakan.
Ebbut (1985) menyebutkan definisi tentang penelitian
tindakan sebagai berikut. “Penelitian tindakan merupakan studi yang sistematis
yang dilakukan dalam upaya memperbaiki praktik-praktik dalam pendidikan dengan
melakukan tindakan praktis serta refleksi dari tindakan tersebut”. Ebbut
melihat bahwa proses penelitian tindakan ini sebagai suatu rangkaian siklus
yang berkelanjutan yang di dalamnya ada informasi yang merupakan balikan.
Selain itu, penelitian harus memberikan kesempatan pada pelakunya untuk
melaksanakan tindakan melalui beberapa siklus agar berfungsi secara efektif.
Penelitian tindakan merupakan proses dinamis dan
merupakan momen-momen dalam bentuk spiral yang meliputi: perencanaan, tindakan,
observasi, dan refleksi (Kemmis & Taggart, 1982). Di samping itu, Kurt
Lewin (ahli psikologi sosial) berpendapat bahwa cara terbaik untuk memajukan
orang adalah dengan melibatkan mereka
dalam penelitian mereka sendiri dan yang ada dalam kehidupan mereka. Lewin
menekankan pentingnya kolaborasi dan partisipasi yang bersifat demokratis.
Penelitian tindakan adalah penelitian yang merupakan suatu rangkaian
langkah-langkah (a spiral of steps). Setiap langkah terdiri atas empat
tahap, yaitu: perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Penelitian
tindakan dalam bidang pendidikan yang dilaksanakan dalam kawasan kelas dengan
tujuan untuk memperbaiki dan atau meningkatkan kualitas pembelajaran merupakan
Penelitian Tindakan Kelas.
Pentingnya Penelitian Tindakan Kelas
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) merupakan salah satu
jenis penelitian yang dapat dilakukan oleh guru atau pengajar sebagai pengelola
program pendidikan. Ada
beberapa alasan mengapa PTK sekarang ini mendapat perhatian yang cukup besar. Pertama,
dengan melakukan PTK guru dapat melihat kembali apa yang sudah dilakukan
selama ini di kelasnya. Kedua, memberikan keterampilan kepada guru untuk
segera menanggulangi masalah-masalah kelas yang dihadapi untuk memperbaiki dan
meningkatkan kualitas untuk kerjanya. Ketiga, PTK merupakan salah satu
upaya untuk memperbaiki mutu program pembelajaran di semua jenjang pendidikan.
Selain itu,
beberapa pakar memberikan beberapa alasan pentingnya PTK. Alasan itu adalah
sebagai berikut. Pertama, PTK menawarkan suatu cara baru untuk
memperbaiki dan meningkatkan kemampuan atau profesionalisme guru dalam KBM di
kelas. Kedua, PTK membuat guru dapat meneliti dan mengkaji sendiri
permasalahan aktual dalam kegiatan praktik pembelajaran sehari-hari yang
dilakukan di kelas agar menjadi lebih baik dan efektif. Ketiga, PTK
tidak membuat guru meninggalkan tugasnya karena guru dapat tetap melakukan KBM
dan pada saat bersamaan dan secara terintegrasi guru melaksanakan penelitian,
sehingga PTK tidak mengganggu kelancaran pembelajaran di kelas. Keempat, PTK
mampu menjembatani kesenjangan antara teori dan praktik. Guru dapat mengadopsi
teori baru dan disuaikan dengan pokok bahasan yang ada untuk kepentingan KBM.
PTK
dapat dilakukan oleh guru bersama-sama dengan pihak lain yang dirasa penting,
misalnya dengan guru mata pelajaran lain, kepala sekolah, ataupun dosen. Dengan
melakukan PTK, guru mengangkat permasalahan-permasalahan aktual yang dihadapi
dalam pekerjaannya sehari-hari. Jadi, PTK bermanfaat langsung pada sasaran,
yakni upaya perbaikan praktik pembelajaran untuk memperbaiki kondisi yang ada
pada saat itu.
Karakteristik Penelitian Tindakan Kelas
Karakteristik PTK secara umum adalah
berikut ini. Pertama, PTK dilaksanakan oleh guru sendiri karena guru
itulah yang mengetahui dan mengenal situasi kelasnya termasuk masalah yang ada
di dalamnya. Dalam hal ini guru melakukan tindakan-tindakan untuk melakukan
perubahan-perubahan yang berkenaan dengan upaya menuju perbaikan. Kedua, PTK
berangkat dari permasalahan praktik faktual, yang timbul dalam kegiatan
pembelajaran sehari-hari yang dihadapi oleh guru. Namun, tidak semua guru mampu
melihat sendiri apa yang telah dilakukan selama mengajar di kelas. Dalam hal
ini guru perlu berkolaborasi dengan teman guru mata pelajaran sejenis untuk
melihat dia saat dia mengajar, dan memberikan balikan terhaap kegiatannya.
Selain itu, guru dapat meminta siswanya untuk memberikan komentar tentang
pelaksanaan kegiatan pembelajaran. Kepala sekolah atau pengawas juga dapat
bertindak sebagai kolaborator untuk lebh mengenal permasalahan yang sebenarnya
dia hadapi.
Ketiga, dalam PTK terdapat
tindakan-tindakan yang perlu dilakukan untuk memperbaiki proses belajar
mengajar di kelas yang bersangkutan. Tindakan-tindakan yang merupakan fokus
penelitian tindakan kelas tersebut direncanakan secara cermat,
diimplementasikan, dan dievaluasi apakah dapat memecahkan permasalahan
pembelajaran yang sedang dihadapi oleh guru. Karena itu PTK bersifat
kolaboratif untuk menciptakan adanya hubungan kerja kesejawatan. Guru bukan
satu-satunya peneliti, tetapi ada orang lain yang terlibat dan mereka merupakan
suatu tim yang sama posisinya.
Prinsip-prinsip Penelitian Tindakan Kelas
PTK merupakan
salah satu jenis penelitian yang paling tepat untuk dilaksanakan oleh guru,
sebab guru sebagai seorang praktisi benar-benar mengalami dan melaksanakan
kegiatan mengajarnya di kelas. Keterlibatan guru, kepala sekolah, dan siswa
perlu mendapat perhatian cukup cermat dalam PTK. Beberapa prinsip PTK berikut ini
merupakan saduran dan perpaduan bahan yang ditulis oleh Hopkin (1993), Joni
(1996-1997) dan Suyanto (1997).
- PTK tidak boleh mengganggu tugas mengajar, namun
untuk memperbaiki KBM. Secara
profesional guru mengajar dengan efektif sambil melakukan penelitian.
- Pengumpulan
data tidak boleh terlalu menyita banyak waktu. Karena itu guru harus dapat
memilih teknik yang tepat, termasuk pengumpulan data sebelum kegiatan PTK.
- Metodologi yang dipakai harus tepat dan terpercaya.
- Masalah penelitian yang akan ditangani guru harus
merupakan masalah yang memang dia hadapi, menarik, dan faktual.
- Tidak boleh menyimpang dari prosedur etika di
lingkungan kerjanya. Contoh kode etik yang sudah dilaksanakan antara lain:
a) negosiasi dengan orang-orang yang hasil karyanya digunakan; b) minta
izin menggunakan dokumen tertentu; c) membuat laporan kemajuan; dan d)
terbuka kepada teman guru lain.
- Berorientasi pada perbaikan pendidikan dengan
melakukan perubahan yang dituangkan dalam tindakan. Kesiapan guru untuk
berubah merupakan syarat penting untuk dapat melakukan perbaikan.
- Merupakan suatu proses belajar yang sistematik dan
memerlukan kemampuan dan keterampilan intelektual.
- Menuntut guru membuat jurnal pribadi dengan cara
mencatat kemajuan, persoalan yang dihadapi, dan hasil refleksi tentang
proses belajar siswa, serta proses pelaksanaan penelitian.
- Dimulai
dengan hal-hal yang sederhana lebih dahulu, namun nyata. Siklus dimulai
dengan yang kecil, sehingga perencanaan, tindakan, pengamatan, dan
refleksi dapat membuat isu, ide, dan asumsi menjadi lebih jelas.
- Guru
perlu melihat dan menilai diri sendiri secara kritis terhadap apa yang
dikerjakan di kelasnya.
Chein (1990) menyebutkan ada empat macam jenis penelitian
tindakan kelas, yaitu: (1) PTK diagnostik, (2) PTK partisipan, (3) PTK empiris,
dan (4) PTK eksperimental. Berikut ini dikemukakan secara singkat mengenai keempat
jenis PTK tersebut.
(1) PTK Diagnostik
Penelitian yang dirancang dengan
menuntun peneliti ke arah suatu tndakan. Dalam hal ini peneliti mendiagnostik
dan memasuki situasi yang terdapat di dalam latar penelitian. Sebagai contohnya
ialah apabila peneliti berupaya menangani perselisihan, perkelahian, konflik
yang dilakukan antarsiswa yang terdapat di suatu sekolah atau kelas.
(2) PTK Partisipan
Suatu penelitian dikatakan sebagai
PTK partisipan apabila orang yang akan melaksanakan penelitian harus terlibat
langsung di dalam proses penelitian sejak awal sampai hasil penelitian yang
berupa laporan. Dengan demikian, sejak perencanaan penelitian peneliti
senantiasa terlibat, selanjutnya peneliti memantau, mencatat, dan mengumpulkan
data, lalu menganalisis data serta berakhir dengan melaporkan hasil
penelitiannya. PTK
partisipan dapat juga dilakukan di sekolah seperti halnya contoh pada
penelitian diagnostik. Hanya saja, di sini peneliti dituntut keterlibatannya
secara langsung dan terus-menerus sejak awal sampai berakhirnya penelitian.
(3) PTK Empiris
Yang dimaksud dengan PTK empiris
ialah apabila peneliti berupaya melaksanakan suatu tindakan atau aksi dan
membukukan apa yang dilakukan dan apa yang terjadi selama aksi berlangsung.
Pada prinsipnya proses penelitiannya berkenaan dengan penyimpanan catatan dan
pengumpulan pengalaman peneliti dalam pekerjaan sehari-hari.
(4) PTK eksperimental
Yang dkategorikan sebagai PTK
eksperimental ialah apabila PTK diselenggarakan dengan berupaya menerapkan
berbagai teknik atau strategi secara efektif dan efisien di dalam suatu
kegiatan belajar mengajar. Di dalam kaitannya dengan kegiatan belajar mengajar,
dimungkinkan terdapat lebih dari satu strategi atau teknik yang diterapkan
untuk mencapai suatu tujuan instruksional. Dengan diterapkannya PTK ini
diharapkan peneliti dapat menentukan cara mana yang paling efektif dan efisien
dalam rangka untuk mencapai tujuan pengajaran.
Ada beberapa model PTK yang sampai
saat ini sering digunakan di dalam dunia pendidikan, di antaranya: (1) model
Kurt lewin, (2) model Kemmis dan Mc Taggart, (3) model John Elliot, dan (4)
model Dave Ebbutt. Berikut ini dikemukakan secara ringkas mengenai model-model
PTK tersebut satu-persatu.
(1) Model Kurt Lewin
Konsep inti PTK yang diperkenalkan
oleh Kurt Lewin ialah bahwa dalam satu siklus terdiri dari empat langkah,
yaitu: perencanaan (planning), aksi
atau tindakan (action), pengamatan
atau observasi (observing), dan
refleksi (reflecting) (Lewin, 1990).
Selanjutnya empat langkah dalam satu siklus yang dikemukakan oleh Kurt Lewin
tersebut oleh Ernest T. Stringer dielaborasi lagi menjadi tiga, yaitu:
perencanaan (planning), pelaksanaan (implementing), dan penilaian (evaluating) (Stringer, 1996).
Keempat langkah yang dikenal dengan
istilah Model Kurt Lewin dapat digambarkan sebagai berikut.
Perencanaan
Refleksi Aksi
Observasi
Berdasarkan langkah-langkah yang
digambarkan pada gambar 1 tersebut, selanjutnya dapat dikembangkan lagi menjadi
beberapa siklus, yang akhirnya kumpulan dari beberapa siklus.
Perencanaan Perencanaan Perencanaan
Observasi Observasi Observasi
Gambar 2: Bentuk Spiral terdiri dari Beberapa Siklus
(2) Model Kemmis dan Mc Taggart
Inti konsep yang diperkenalkan oleh
Kurt Lewin seperti yang sudah dikemukakan di atas itulah yang selanjutnya
dikembangkan oleh para ahli PTK yang hadir kemudian, misalnya Stephen Kemmis,
Robbin Mc Taggart, John Elliot, Dave Ebbutt, dan sebagainya.
Model yang dikembangkan oleh Stephen
Kemmis dan Robbin Mc Taggart tampak masih begitu dekat dengan model
yangdiperkenalkan oleh Kurt Lewin. Dikatakan demikian, oleh karena di dalam
satu siklus atau putaran terdiri dari empat komponen seperti halnya yang
dilaksanakan oleh Kurt Lewin, sehingga belum tampak adanya perubahan. Keempat
komponen tersebut meliputi: perencanaan (planning),
aksi/tindakan (acting), observasi (observing), dan refleksi (reflecting).
(3) Model
John Elliot
Apabila dibandingkan dua model yang sudah diutarakan
sebelum ini, yaitu Model Kurt Lewin - Mc Taggart, PTK Model John Elliot ini
tampak lebih detail dan rinci. Dikatakan demikian, oleh karena di dalam setiap
siklus dimungkinkan terdiri dari beberapa aksi, yaitu antara tiga sampai lima aksi (tindakan).
Sementara itu,setiap aksi kemungkinan terdiri dari beberapa langkah (step),
yang terealisasi dalam bentuk kegiatan belajar mengajar.
(4) Model
Dave Ebbutt
Setelah Dave Ebbutt mempelajari model-model PTK yang
dikemukakan para ahli PTK sebelumnya, dia berpendapat, bahwa model PTK yang ada
seperti yang dikenalkan oleh John Elliot, Kemmis dan Mc Taggart, dan sebagainya
dipandang sudah cukup bagus. Akan tetapi, di dalam model-model tersebut masih
ada beberapa hal atau bagian yang belum tepat sehingga masih perlu dibenahi.
Pada dasarnya Ebbutt setuju dengan gagasan-gagasan yang dikemukakan oleh Kemmis
dan Elliot, tetapi tidak setuju mengenai beberapa interpretasi Elliot mengenai
karya Kemmis. Selanjutnya, dinyatakan pula olehnya tentang pandangan Ebbut yang
menyatakan bahwa bentuk spiral yang dilakukan oleh Kemmis dan Mc Taggart bukan
merupakan cara yang terbaik untuk menggambarkan proses refleksi-aksi (action-reflection).
Oleh karena Dave Ebbutt merasa tidak puas dengan adanya
model-model PTK yang hadir terlebih dahulu, kemudian dia memperkenalkan model
PTK yang disusunnya sendiri. PTK Model Dave Ebbutt ini secara skematis dapat
dilihat pada gambar 5 berikut ini.
Gambar 5: Riset Aksi Model Dave Abbutt
Identifikasi Masalah Penelitian
Identifikasi
masalah merupakan langkah pertama, karena tanpa identifikasi dan perumusan
masalah yang jelas, sebuah penelitian akan kehilangan makna. Perlu
disadari, bahwa suatu masalah tidak pernah berdiri sendiri dan terisolasi dari
faktor-faktor lain. Selalu ada latar belakang dari suatu masalah tertentu.
Masalah timbul kalau terdapat kesenjangan (gap) antara harapan dan kenyataan,
ada perbedaan antara yang seharusnya dan apa yang tersedia.
Untuk membantu menemukan masalah penelitian, ada beberapa hal yang dapat
dijadikan sumber. Suryabrata (1983b) menyebutkan beberapa sumber yang dimaksud
antara lain: 1) bacaan (terutama laporan penelitian), 2) pertemuan ilmiah
(seminar, diskusi), 3) pernyataan pemegang otoritas, 4) pengamatan sepintas, 5)
pengalaman pribadi, dan 6) perasaan intuitif. Pada dasarnya masalah penelitian
dalam PTK didasarkan pada masalah keseharian yang terjadi di dalam kelas.
Identifikasi masalah dalam PTK pertama-tama harus bersumber pada kondisi
objektif yang terdapat di dalam kelas. Karena itu, peneliti harus duduk bersama
dengan guru (lain), kepala sekolah, juga pengawas. Hal ini agar masalah yang
diteliti benar-benar penting, urgen, dan jika dipecahkan dapat memberikan
manfaat yang berarti terutama bagi peningkatan kualitas proses pembelajaran
serta hasil belajar siswa.
Ada beberapa pertanyaan yang dapat dijadikan sebagai penuntun untuk
mempercepat proses identifikasi masalah. Sudarsono (1996) menyebutkan ada enam
pertanyaan untuk itu. 1) Apa yang menjadi keprihatinan guru, kepala sekolah,
dan pengawas? 2) Mengapa hal tersebut diprihatinkan? 3) Apa yang dapat
dilakukan untuk mengatasi hal tersebut? 4) Bukti-bukti apa saja yang dapat
dikumpulkan untuk membantu membuat penilaian yang tepat tentang apa yang
terjadi? 5) Bagaimana mereka akan mengumpulkan bukti-bukti itu? 6) Bagaimana
mereka akan melakukan pengecekan terhadap kebenaran dan ketepatan tentang apa
yang telah terjadi? Dalam hal ini peneliti hendaknya mampu membedakan masalah
yang bersifat individual dan masalah yang bersifat umum. Masalah yang dipilih
untuk dilaksanakan penelitian adalah masalah yang dihadapi dan dirasakan oleh
kelas.
Perumusan Masalah Penelitian
Perumusan
masalah adalah upaya untuk menyatakan secara tersurat pertanyaan-pertanyaan apa
saja yang ingin dicarikan jawabannya. Ada beberapa pedoman yang dapat
dipergunakan untuk merumuskan masalah. Pedoman tersebut adalah berdasarkan
beberapa pendapat dari Kerlinger (1973:17-18), Tuckman (1978:20), Ary, et. Al. (1982:87), Suryabrata
(1983:71), dan Ardhana (1987:62).
- Masalah
hendaknya dirumuskan secara jelas, tidak bermakna ganda, dan dapat
dituangkan dalam kalimat tanya.
- Rumusan
masalah hendaknya menunjukkan hubungan antardua atau lebih variabel.
- Rumusan
masalah hendaknya dapat diuji secara empirik dan memungkinkan
dikumpulkannya data untuk menjawab pertanyaan tersebut.
Berikut ini
beberapa contoh rumusan masalah penelitian tindakan kelas.
- Apakah
penggunaan alat-alat permainan dalam proses pembelajaran Bahasa Indonesia
dapat meningkatkan kemampuan berbahasa siswa?
- Apakah
pemakaian peta secara tepat dalam pembelajaran IPS dapat meningkatkan
pemahaman siswa terhadap lokasi dan peristiwa sejarah nasional?
- Apakah
prestasi belajar siswa dalam mata pelajaran pengetahuan alam yang
diajarkan dengan metode belajar kelompok buzz dan kunjungan lapangan lebih
tinggi daripada yang diajar dengan metode ceramah?
Perumusan Hipotesis Tindakan
Perlu diketahui, tidak semua jenis
penelitian memerlukan hipotesis. Secara umum, hipotesis penelitian
adalah jawaban sementara atas masalah yang hendak dipecahkan. Dalam kegiatan
ilmiah, hipotesis tersebut harus mempergunakan pengetahuan ilmiah sebagai dasar
argumentasi dalam mengkaji persoalan agar diperoleh jawaban yang dapat
diandalkan. Karena itu, sebelum mengajukan hipotesis, peneliti harus mengkaji
teori-teori, hasil penelitian, dan pendapat ahli yang relevan dengan masalah
yang akan diteliti.
Dalam PTK, rumusan hipotesis
dilakukan setelah rumusan masalah selesai dengan dua kemungkinan (Hasan,
Sukamyana, Wahyoedi, 1996). Pertama, jika peneliti sudah yakin akan
kebenaran rumusan masalah dan yakin pula pada alternatif pemecahannya, mereka
dapat langsung merumuskan hipotesis tindakan. Perumusan hipotesis tindakan
bersifat longgar sesuai dengan sifat permasalahannya, kemampuan, dan pengalaman
tim peneliti, serta kelayakan tindakan yang dihipotesiskan. Kedua, Jika
peneliti kurang yakin akan kebenaran rumusan masalahnya, rumusan hipotesisnya
dapat bersifat tentatif. Rumusan hipotesis tindakan dalam PTK dapat
dimodifikasi atau bahkan diganti dengan yang lain apabila dalam tahap lanjut
ternyata hipotesis tersebut kurang layak atau peluang keberhasilannya kecil.
Pengertian hipotesis tindakan
hendaknya dipahami sebagai suatu dugaan tentang suatu hal yang akan terjadi
jika suatu tindakan dilakukan (Sudarsono, 1996). Hipotesis tindakan merupakan
alternatif tindakan yang dipandang paling tepat untuk dilakukan dalam rangka
memecahkan masalah yang diteliti. Bentuk umum hipotesis tindakan berbeda dengan
rumusan hipotesis dalam penelitian formal, yakni penelitian yang menggunakan
rancangan korelasional, kausal komparatif, dan penelitian eksperimental. Secara
teknis, hipotesis tindakan pada dasarnya menyatakan: “Jika dilakukan tindakan
ini, peneliti percaya bahwa tindakan tersebut akan mampu memecahkan masalah
yang sedang dihadapi”.
Sebagai contoh, jika ada rumusan
masalah: “Apakah pengelompokan siswa menjadi kelompok cerdas dan kelompok biasa
yang diikuti dengan perlakuan yang lebih (ekstra) kepada kelompok cerdas dapat
meningkatkan peringkat keunggulan sekolah di daerahnya”. Hipotesis tindakan
yang diajukan adalah: “Pembagian siswa menjadi kelompok cerdas dan kelompok
biasa serta memberikan perlakuan lebih (ekstra) kepada kelompok cerdas, akan
meningkatkan peringkat keunggulan dari tahun ke tahun sejak lulusan pertama
siswa yang dikelompokkan tersebut”. Jadi, hipotesis tindakan berisi pernyataan
tentang tindakan yang akan dilakukan dalam rangka memecahkan masalah yang
diteliti
Beberapa hal yang perlu diperhatikan
dalam merumuskan hipotesis tindakan adalah sebagai berikut (Sudarsono, 1996).
- Rumusan
alternatif tindakan untuk perumusan masalah berdasarkan hasil kajian.
Alternatif tindakan hendaknya mempunyai landasan yang mantap secara
teoritis dan atau konseptual.
- Setiap
alternatif pemecahan yang diusulkan perlu dikaji ulang atau dievaluasi
dari segi bentuk tindakan dan prosedur, segi kelaikan, kemudahan,
kepraktisan (hasil segera dilihat) dan optimalisasi hasil, serta cara
penilaiannya.
- Pilihan
alternatif tindakan dan prosedur yang dinilai yang paling menjanjikan
hasil optimal dan dapat dilakukan oleh guru dalam situasi dan kondisi riil
di sekolah.
- Tentukan
langkah-langkah untuk melaksanakan tindakan serta cara-cara untuk
mengetahui hasilnya.
- Tentukan
cara untuk menguji hipotesis tindakan guna membuktikan bahwa dengan
tindakan yang dilakukan telah terjadi perubahan perbaikan atau peningkatan
yang bermakna.
Penyusunan Usulan Penelitian Tindakan Kelas
Komponen yang ada dalam usulan PTK
seharusnya mengacu pada permasalahan yang ada. Komponen-komponen tersebut harus
runtut dan jelas. PTK bersifat individual, setiap permasalahan di kelas yang
berbeda akan berbeda pula penangannya, termasuk tindakan-tindakan yang
dilakukan juga berbeda. Komponen-komponen usulan penelitian itu adalah sebagai berikut.
1) Judul penelitian. 2) Latar belakang penelitian. 3) Rumusan masalah. 4)
Tujuan penelitian. 5) Manfaat penelitian. 6)
Hipotesis tindakan. 7) Kajian Pustaka. 8) Model penelitian. 9)
Metodologi penelitian. 10) Kepustakaan.
Judul penelitian tindakan kelas mempunyai karakteristik.
Karakteristik judul penelitian adalah berikut ini. 1) Judul penelitian diangkat
dari masalah yang benar-benar ada di kelas dan merupakan sesuatu yang aktual.
2) Meliputi lingkup kelas. 3) Dapat diselesaikan dalam waktu yang tidak lama.
4) Praktis dan dapat dilaksanakan. 5) Melibatkan guru pelaksana/guru sebagai
peneliti.
Latar belakang masalah berisi keadaan yang ada atau nyata
saat ini sehingga tampak jelas bahwa penelitian itu sangat penting untuk
dilaksanakan. Dalam hal ini harus diuraikan secara jelas: a) kondisi apa yang
diharapkan dan b) keadaan yang ada sekarang ini. Sehingga dapat diketahui
kesenjangan atau gap yang perlu diperbaiki.
Jika masalah atau kesenjangan itu perlu dipecahkan,
langkah berikutnya adalah merumuskan masalah. Masalah harus dirumuskan dengan
kalimat pertanyaan atau pernyataan secara singkat, jelas, dan mencerminkan apa
yang dimaksudkan dalam judul penelitian. Selanjutnya adalah penentuan tujuan
penelitian, yaitu memperoleh informasi tentang tingkat efektivitas tindakan
yang dilakukan. Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka berpikir, perolehan
yang diinginkan tersebut biasanya diwujudkan dalam pernyataan positif dalam
bentuk hipotesis tindakan.
Kegiatan penelitian ini memerlukan dana, waktu, tenaga,
pikiran yang tidak sedikit. Oleh karena itu, hasil penelitian harus bermanfaat.
Dalam proposal penelitian peneliti harus mencantumkan untuk siapa hasil
penelitian ini, berupa apa, dan untuk diapakan.
Selanjutnya, kajian pustaka diperlukan dalam penelitian
dengan tujuan berikut. 1) Mengetahui hasil penelitian terdahulu. 2) Membatasi
permasalahan yang layak diteliti. 3) Menemukan pendekatan baru untuk menentukan
tindakan. 4) Melatarbelakangi penentuan penggunaan metode tertentu. 5)
Memperoleh informasi tentang rekomendasi untuk penelitian lebih lanjut. Selain
itu, kajian pustaka harus mutakhir dan relevan dengan kerangka berpikir yang
diajukan.
Dalam metodologi penelitian, peneliti mencantumkan
beberapa hal berikut. 1) Rancangan penelitian, yakni uraian secara jelas
prosedur yang akan ditempuh dalam melaksanakan PTK. Prosedur ini meliputi:
perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. 2) Subjek penelitian, yang
meliputi: siapa yang dikenai tindakan, alasan pemilihan subjek, dan prosedur
pemilihan. 3) Jenis dan cara penyusunan instrumen. 4) Jenis-jenis metode pengumpulan
data termasuk alat bantu yang digunakan untuk observasi. 5) Analisis data,
yakni cara-cara yang akan dilakukan untuk menganalisis data yang sudah
terkumpul. 6) Kelengkapan lain, misalnya: jadwal kegiatan, rencana biaya, dan
personalia penelitian.
Pada bagian terakhir proposal
penelitian dicantumkan kepustakaan. Dalam kepustakaan dituliskan semua sumber,
baik buku ataupun laporan yang digunakan sebagai sumber bahan oleh peneliti. Penulisan
kepustakaan mengikuti sistem yang digunakan secara taat asas (konsisten).
Agar bisa melaksanakan PTK, guru
harus memahami benar prosedur memulai penelitian. Pelaksanaannya terintegrasi
dalam kegiatan mengajar. Pelaksanaannya tidak boleh mengganggu kegiatan
mengajar di kelas. Jadi, tidak ada alasan bahwa materi tidak selesai karena ada
kegiatan penelitian tindakan kelas yang dilakukan oleh guru tersebut. Karena
itu, mulailah segalanya dengan yang sederhana termasuk rencana tindakan.
Setelah kegiatan PTK, peneliti
menyusun laporannya. Secara umum, laporan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
1) laporan yang bersifat sederhana untuk keperluan diri sendiri atau lingkngan
terbatas; dan 2) laporan yang sifatnya resmi dengan mengikuti rambu-rambu yang
ada. Laporan PTK bervariasi, tetapi komponen-komponennya hampir sama. Laporan
PTK memuat pelaporan semua kegiatan dalam PTK, mulai dari perencanaan,
pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Laporan harus jelas dan mempunyai
tingkat keterbacaan yang tinggi. Fakta sebagai pendukung perlu didokumentasikan
secara lengkap.Jadi, laporan PTK merupakan cerminan dari semua pengalaman
peneliti.
Laporan PTK
biasanya terdiri dari lima bab. Komponen-komponen tersebut adalah sebagai berikut.
Bagian awal
Sampul depan
Lembar
informasi
Bagian Inti
Bab I Pendahuluan
A.
Latar
Belakang Masalah
B.
Rumusan
Penelitian
C.
Tujuan
Penelitian
D.
Manfaat
Penelitian
Bab II Kajian Pustaka
Bab III Metode Penelitian
A.
Rancangan
Penelitian
1.
Tahap
Perencanaan
2.
Tahap
Pelaksanaan
3.
Tahap
Observasi
4.
Tahap
Refleksi
B.
Subjek
Penelitian
C.
Teknik
Pengumpulan data
D.
Teknik
Analisis Data
Bab IV Hasil Penelitian
Bab V Penutup
A.
Kesimpulan
B.
Saran
Daftar Rujukan
Lampiran
|
DAFTAR
PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 1992. Prosedur
Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Depdiknas. 2002. Penelitian Tindakan
Kelas. Jakarta: Depdiknas.
Kemmis, S. Dan McTaggart. 1990.
The Action Research Reader. Victoria : Deakin
University Press.
Sukidin. Basrowi. Suranto. 2002. Manajemen
Penelitian Tindakan Kelas. Surabaya: Insan Cendekia.
Suyanto. 1997. Pedoman Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Jakarta:
BP3SD, Dirjen Dikti, Depdikbud.
Post a Comment for "PENELITIAN TINDAKAN KELAS (CLASSROOM ACTION RESEARCH) "